Posts

Showing posts from 2025

Sang Ahli Bicara

Sang maestro kata tak lelah Pagi benar ia sudah bersenandung, tentang keran bocor dan sandal buntung. Ia tahu segalanya -- percaya saja, dari gosip tetangga sampai politik negara. Pakar rumah tangga, ahli segala rupa, kecuali ... diam. Itu bukan wilayahnya. Menggema terus walau tak ada yang butuh kabar. "Kenapa pintumu bunyinya berdecit?"  "Kenapa taplak mejanya miring? tak kau lurusin" Ah, ia abadi -- Tak akan lelah, tak akan mati. Jika nanti hening: Bukan karena damai meraja, tapi si cerewet demam bicara. 1 Mei 2025

Intuisi

Aku, selalu merajut senyum dan menyulam luka dengan tawa. Selalu kusembunyikan perihku agar dunia tak membaca air mataku. Malam tahu rahasiaku, angin mengerti isak yang kutahan. Namun, tak pernah kuduga, kini aku biarkan rasa itu timbul dan berakar. Aku biarkan hatiku menang dari pikiranku. Aku biarkan diri ini merasakan apa yang seharusnya ia rasakan. Aku lelah berpura-pura. Biar saja sedih ini timbul, biar ia bertunas, berakar, menjalar ke relung hati yang dulu kugenggam erat. Sebab mungkin, dalam kesedihan yang kubiarkan hidup, aku akhirnya menemukan bagian diriku yang hilang.

Nestapa

“Bersama dirimu terbebas dari nestapa”. Nestapa, aku suka kata 'nestapa', padahal artinya gak sebagus itu. Kali ini masih tanpa alasan. Banyak lirik yang gak sesuai sama beat musiknya. Mungkin itu cara orang-orang menutupi kesedihannya. Seringkali sedih dibaluri sukacita seakan bersedih itu dilarang. Alhasil, orang lain hanya menikmati balurannya, tapi gak merasakan rasa aslinya. Padahal sensasi membuat orang lain turut merasakan, itu lah yang menyenangkan. Gak apa-apa kok kalau di hatimu hujan deras, aku suka hujan. Kalau suatu hari nanti aku ada di sana, aku akan selalu ada di keluh kesahmu. Kamu boleh berbagi denganku. Aku pastikan airnya gak akan meluap membanjiri yang lain. Cukup aku yang nikmati saja, ya, nestapa.

Boleh, kan?

  “Kak, aku tertarik padamu. Boleh aku mengenalmu lebih lagi?” Keheningan malam ini terpenuhi hanya oleh bayangmu menyelimuti pikiranku.  Diriku menerka, kau seperti angin yang datang tanpa suara.  Saat   aku   dekat denganmu ,  seketika  dimensi mu  berubah dan segala hal menjadi begitu cepat.  Kau seperti bayangan yang menghindar, selalu dekat, namun tak pernah tampak jelas, hanya melintas tanpa menyentuh, seolah tak ingin terli ha t. Kau tergesa-gesa melakukan segala sesuatu,  seolah-olah waktu yang tak memberi peluang untuk berhenti sejenak.  Kata-katamu hanya jatuh pada mereka yang terbiasa membaca bahasa rumit,  sementara aku? Entahlah bagaimana aku di matamu.  Kau tak pernah mau berbicara denganku,  bahkan untuk sekedar menatap saja enggan.  Sungguh, tak jarang kudapati diriku  ingin  menjadi  seperti mereka, yang dengan  mudah  menepuk  pundak mu  dan dengan lapang dada...

"Dia yang Mencari Rumah" - cerita dari telefon genggam

Tik tik tik, kini suara rintihan hujan terdengar dari balik jendela. Malam ini dingin menyelimuti ruang, aku terbaring di atas ranjangku menatap kosong ke arah langit-langit kamar. Kringggg – nada dering  handphone ku berbunyi, ada panggilan masuk.  “Halo?” sapaku.  “Halo, apa kabarmu hari ini?” tanyanya.  Suara ini, suara yang aku rindukan setiap hari. Suara yang selalu menemani hari-hariku, tidak ada satu hari pun terlewati tanpanya.  “Halo? Viori, kau mendengarku?” tanyanya lagi menunggu balasan dariku.  “Iya aku mendengarmu. Aku baik-baik saja. Bagaimana denganmu?” sahutku. Obrolan kami memang selalu dimulai dengan pertanyaan ini dan berakhir dengan segala hal yang sedang pria ini rasakan dan pikirkan.  Ia adalah seorang pria berkebangsaan Korea Selatan yang tak sengaja aku temui saat aku berkunjung ke negaranya. Namanya Absalom, dalam bahasa Ibrani artinya bapak perdamaian. Pantas sekali untuknya, mengingat damai yang aku rasakan setiap kali aku b...